Karyawan PT. NHM Dipidana Gegara Tuntut Gaji; Ini Kata Kuasa Hukum
TERNATE-pl.com, Koordinator aksi dari Formed, Muamar Ternate dan Rizal Bambang didampingi kuasa hukum akhinya memenuhi undangan klarifikasi penyidik Polda Maluku Utara, Rabu (19/3).
Undangan klarifikasi NO B/200/III/RES/5.5/2025/Dit Reskimsus dan NO B/201/III/RES/5.5/2025/Dit Reskrimsus terkait unjuk rasa di PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) 5 Maret 2025 lalu.
Lukman Harun, penasihat hukum Muamar dan Bambang dalam releasenya mengatakan, dalam klarifikasi yang disampaikan kleinnya di hadapan penyidik bahwa unjuk rasa yang mereka lakukan merupakan bentuk kekecewaan atau keresahan para pekerja yang hak-haknya tidak dipenuhi PT NHM.
Direktur LBH Marimoi ini menyampaikan, unjuk rasa tersebut menuntut pembayaran gaji karyawan yang sudah tertunggak selama tiga bulan.
“Demikian juga gaji karyawan yang dirumahkan berdasarkan memo yang dikeluarkan pihak manajemen NHM, karyawan akan tetap menerima upah senilai Rp 6 juta per bulan. Namun, faktanya yang mereka terima tidak sesuai. Ada yang hanya dibayar Rp1,5 juta. Ada yang dibayar Rp 3 juta. Itupun dibayar tidak setiap bulan, melainkan dua atau tiga bulan sekali. Belum lagi ANUALIVE, BPJS, THR dan biaya tunjangan pendidikan yang belum dibayarkan,” kata Lukman dalam rilisnya diterima redaksi pojoklima.com, Rabu (19/3/2025).
Menurut Lukman, unjuk rasa yang dilakukan tidak bernaksud menghalang-halangi aktivitas perusahaan.
Lukman mempertanyakan jika laporan pihak NHM bahwa unjuk rasa tersebut dilakukan di area obyek vital nasional (front gate), mengapa pihak perusahaan tidak melaporkan para pengunjuk rasa lain yang melakukan aksi pada 13 Maret 2025.
“Toh sama-sama lokasinya depan front gate NHM,” singkatnya.
Lukman bahkan kecewa atas tindakan pihak NHM atau Haji Robert yang merespon unjuk rasa dengan ancaman kriminalisasi.
“Menyampaikan pendapat di muka umum itu dilindungi undang-undang, apalagi penyampaian pendapat tersebut berjalan aman, tidak ada chaos. Harusnya selaku pimpinan bijaksana menanggapi aksi unjuk rasa. Sudah tidak membayar hak-hak karyawan, masa mau pidanakan karyawannya juga,” kesalnya.
Lukman menilai kuasa hukum NHM juga seharusnya memberikan advice yang lebih baik kepada kliennya, agar tidak selalu menggunakan jalur pidana (melapor ke polisi) untuk merespon tuntutan karyawan.
Karena menurutnya, laporan-laporan tersebut akhirnya Haji Robert dikenal sebagai “Tukang Lapor” oleh warga.
“Image yang sangat tidak baik bagi pengusaha yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai orang yang peduli dengan kemanusiaan,”tandasnya.
Menurutnya, langkah PT NHM melalui kuasa hukumnya sangat tidak tepat dalam menyelesaiakan persoalan di perusahaan.
“Laporan polisi tidak menyelesaikan masalah, tetap saja PT NHM berkewajiban membayar hak-hak para karyawan. Selama ini perusahaan meminta pekerja menghormati kesepakatan PKB, tapi perusahaan sendiri tidak taat pada PKB. Makanya tidak heran ada unjuk rasa yang dilakukan,” sambungnya.
LBH Marimoi juga mengingatkan pihak kepolisian dalam hal ini Polda Malut agar bertindak profesional merespon laporan tersebut. “Jika tidak cukup bukti jangan dipaksakan,” tandasnya.( red)
Tinggalkan Balasan