Pansus IUP Temukan 11 Dosa Perusahaan Tambang Milik Gubernur Sherly

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda yang memiliki perusahaan tambang nikel. Foto|Istimewa

TERNATE-pojoklima, Pada 2017 lalu Panitia Khusus (Pansus) Izin Usaha Pertambangan (IUP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Utara, ternyata menemukan setumpuk pelanggaran hukum yang dilakukan PT Karya Wijaya, mulai dari dokumen perizinan hingga soal analisi dampak lingkungan.

Dalam temuanynya, Pansus IUP DPRD menemukan pelanggaran PT Karya Wijaya yang semula bernama PT Karya Wijaya Blok I , antara lain; 1) Tidak memiliki daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan berpengalaman minimal 3 tahun dan atau geologi.

2) Tidak memiliki peta WIUP yang dilengkapi dengan batas kordinat geografis lintang dan bujur sesuai ketentuan SIG yang berlaku secara nasional.
3) Tidak memiliki bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan eksplorsi.
4) Tidak memiliki bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang IUP sesuai nilai penawaran lelang.

5) Tidak memiliki laporan lengkap eksplorasi.
6) Tidak memiliki laporan studi kelayakan.
7) Tidak memiliki rencana pembangunan sarana prasarana penunjang kerja OP.
8) Tidak tersedianya tenaga ahli pertambangan dan atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 5 tahun.
9) Tidak memiliki dokumen AMDAL.
10) Tidak memiliki dokumen Izin lingkungan.
11) Tidak Memiliki jaminan pascatambang/reklamasi serta jaminan kesungguhan.

PT. Karya Wijaya Blok I (sekarang PT Karya Wijaya), dalam faktanya menurut pansus deprov, terindikasi memanipulasi tanda tangan mantan Kadis ESDM. Selain itu berdasarkan rapat pansus angket dengan mantan Kadis ESDM Ir. Rahmatia Rasyid, pada 1 Oktober 2017 menyatakan, pihaknya tidak pernah memroses dan menandatangani telaah teknis/pertimbangan teknis untuk PT. Karya Wijaya Blok I semasa jabatannya sampai dinonjobkan pada 23 Mei 2016.

Selain itu pertimbangan teknis tertanggal 14 Januari 2016 yang merupakan dasar penentuan kelayakan proses dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dibuat dan ditandatangani oleh Plt Kabid Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, Maftuch Iskandar Alam ST, MT, yang ternyata masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Halmahera Selatan. Hal ini diperkuat penjelasan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Maluku Utara, pada saat rapat dengan pansus angket menyatakan, Maftuch Iskandar Alam, ST, MT masih berstatus PNS di Halsel pada 2016 Oktober 2017.

Juga pertimbangan teknis Plt Kabid Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, Maftuch Iskandar Alam, ST, MT, ternyata menyalahi Peraturan Gubernur Nomor: 35 tahun 2016 tentang pembentukan tim teknis penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan terpadu satu pintu pada Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Maluku Utara. Dimana pada frasa ayat kedua menjelaskan, tugas tim teknis penyelenggaraan PTSP memberikan pertimbangan teknis/rekomendasi terkait Izin yang dikeluarkan.

Bahwa penjelasan Kepala Biro Hukum Salmin Djanidi dan Kepala BPMP-PTSP Nirwan M.T Ali, pada saat rapat penyelidikan dengan pansus angket 29 September 2017, proses perizinan usaha pertambangan PT. Karya Wijaya Blok I tidak melalui BKРМ- PTSP Provinsi Maluku Utara. Padahal, dalam Perturan Gubernur Maluku Utara Nomor: 3 tahun 2016 tentang pelimpahan sebagian kewenangan di bidang perizinan kepada BKPM Provinsi Maluku Utara pada pasal 2 ayat (1) menyebutkan, obyek perizinan yang dilimpahkan sebagian kewenangannya kepada BKPM Provinsi Maluku Utara, termasuk poin (37, 38) yakni IUP OP dan IUJP.

Temuan Pansus DPRD ini ditandatangani Ketua Pansus Sahril Marsoly. Pelanggaran hukum PT Karya Wijaya Blok I ternyata terulang pada 2020 hingga 2025 dengan nomor IUP yang berbeda. PT Karya Wijaya juga merupakan satu di antara 27 IUP bermasalah hingga menjadi temuan tim pansus saat itu.

Selain temuan Pansus, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga membeberkan temuanya. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (LHP-TT) BPK RI Nomor 13/LHP/05/2024 tanggal 20 Mei 2024, ditemukan indikasi pelanggaran administratif dan teknis oleh perusahaan tersebut.

BPK mencatat PT KW membuka lahan tambang di bawah status Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, namun belum memenuhi persyaratan dasar sebagai berikut:

a. Tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

b. Tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang.

c. Tidak mengantongi izin pembangunan jetty.

Sederet pelanggaran yang menjadi temuan tim pansus DPRD dan BPK ini sekaigus mematahgkan pengakuan Gubernur Sherly Tjoanda di salah satu podcast bahwa perusahaannya memiliki izin yang sah. (red)