Kajian Yuridis Pembangunan Rumah Sakit Pratama, Kecamatan Loloda, Kabupaten Halbar
Kecamatan Loloda terbagi atas empat wilayah pemerintahan yakni Kecamatan Loloda Setelan, Loloda Tengah, Loloda Utara dan Loloda Kepulauan. Kecamatan ini terbentang di antara dua daerah pemerintahan kabupaten, yakni Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Daerah pemerintahan kabupatern dibentuk berdasarkan UU No.1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmher Timur dan Kota Tidore Kepulun. Berdasarkan pasal 9 UU No.1 Tahun 2003 Kabupaten Maluku Utara, diubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat dan ibu kotanya dipindahkan dari Ternate ke Jailolo.
Wilayah pemerintahan di 4 (empat) Kecamatan Loloda tersebut masuk dalam klasifikasi terisolir, terpinggir, nyaris terlupakan. Pemerintahan di dua kabupaten tersebut tidak pernah menjadikan priorotas pembangunan infrastruktur untuk membuka isolasi dan membangun konekfitas pembangunan antara wilayah dan daerah, sehingga masyarakat amat termarginal. RPJMD setiap lima tahun dan RKPD setiap tahun tidak masuk dalam radar penanganan dan penanggulangan infrastruktur, wajar jika berbagai pihak menyuarakan agar pemerintah segera menolek perhatian ke daerah a quo. Tidak peduli pemerintah terhadap daerah tersebut ditandai dengan buruknya layana kesehatan, pendidikan dan hancurnya infrastrukur. Saat ini untuk menghubungkan daerah satu dengan yang lain hanya bisa dijangkau dengan trasportasi laut, transportasi darat hanya menunggu mujizat dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dari fakta ini bisa dibayangkan bagaimana kesulitan dan kesusahan masyarakat di 4 (empat) wilayah tersebut, dalam melakukan aktivitas keseharian sebagai insan manusia Indonesia yang layak memperoleh layanan kesejahteraan dan keadilan sosial dari negara.
Untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat sebagai bukti negara hadir, pada tahun 2024 pemerintah cq Kementerian Kesehatan melalui APBN telah mengalokasikan dana sebesar Rp 60 miliar dengan rincian Rp 43 miliar untuk fisik, rp 7 milir untuk sarana dan prasarana lainnya, dan Rp 10 miliar untuk alkes. Awal perencanaan pembangunan RS yang diberi nama pratama tahun 2023 diusulkan oleh pemerintah Halmahera Barat ke Pemerintah Pusat di Desa Jano, Kecamata Loloda Selatan. Usulan perencanaan tersebut dusetujui oleh Pemerintah Pusat CQ Kementerian Kesehatan karena Desa Jano, Kecamatan Loloda merupakan daerah yang terpencil dan terisolir. Hal tersebut sesuai filosofi pendirian RS pratama yang ditetapkan oleh pemerintah pusat Cq Kementerian Kesehatan, yakni untuk meningkatkan pelayanan kesehartan bagi masyarakat terpencil yang sulit memperoleh akses pelayanan kesehatan, peruntukan sesuai karakterisitik kewilayahan dengan memperhatikan jangkauan dan kondisi sosial masyarakat.
Pembangunan RSP (Rumah Sakit Pratama) didirikan berdasarakan penetapan perencanaan dari pemerintah pusat cq kementerian Kesehatan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.24 Tahun 2014, tentang Rumah Sakit Kelas D Pratama. Tujuannya untuk memenuhi ketersedian rumah sakit dalam rangka peningkatan akses pelayanan kepada masayarakat, terutama masyarakat miskin yang tidak mampu di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan dan tertinggal serta daerah yang belum tersedia rumah sakit atau rumah sakit yang sulit dijangkau akibat kondisi geografis. Penetapan Desa Jano, Kecamatan Loloda Selatan untuk pembangunan RSP oleh pemerintah pusat sangat tepat dan memenuhi karaterisitik sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.24 Tahun 2014, tidak bisa dsipindahkan ke tempat lain. Keputusan Bupati Halmahera Barat Jems Uang, untuk memindahkan pembangunan RSP dari Desa Jano Kecamatan Loloda ke Desa Soana Masungi, Kecamatan Ibu merupakan perbuatan melawan hukum baik dari aspek hukum pidana (Wederrechtelijkheid) maupun Administrasi Negara (detournement de pouvoir).
INDIKASI ADANYA KORUPSI PEMBANGUNAN RSP
Pengelolaan keuangan negara DAK/APBD dilakukan berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Jo UU No. 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharan Negara Jo UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara vide PP No. Peraturan PP No.12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan meliputi 4 (empat) aspek penting yakni; pertama aspek perencanaan, kedua aspek pelaksanaan, ketia aspek pengawasan dan keempat aspek pertanggungjawaban. Tindak pidana korupsi dapat terjadi secara masif pada empat tahapan pengelolaan keuangan negara dan melibatkan pihak penyelenggara negara maupun swasta.
Pembangunan RSP sesuai perencanaan awal ditetapkan oleh Pemerintah Pusat Cq Kementerian Kesehatan, dengan anggara total Rp 60 meliar dengan rincian Rp 43 miliard untuk fisik, Rp 7 miliar untuk sarana dan prasarana lainnya dan Rp 10 miliar. Bupati Halmahera Barat Jems Uang, kemudian memindahkan pembangunan dari Desa Jano, Kecamatan Loloda ke Desa Soana Masugi Kecamatan Ibu dan keberlanjutkan pembangunan menjadi mangkrak sudah memasuki 2(dua) tahun siklius anggaran 2024-2025. Pelaksanaan RSP oleh PT. Mayangi Mandala Putra dengan masa kontrak kerja (contrack of Work) 280 hari kalender terhitung 25 Maret 2024. Dengan melewati 2(dua) tahun siklus anggaran negara sudah dapat dipastikan RSP aquo bermasalah dan menimbulkan aroma bau busuk, kerugian sosial kemasyarakatan telah nyata. Kerugian negara juga telah nyata. Pelaku penyalahgunaan wewenang juga nyata, kontraktor yang mengerjakan juga nayata semua menjadi terang benderang korupsi dilakukan disiang bolong namun snehnya tidak diproses secara hukum.
Ada tiga pelanggaran yang masuk pada penyalagunaan wewenang oleh Bupati Halmahera Barat Jems Uang, yakni: pertama mengubah perencanaan pembangunan RSP dari Desa Jano Kecamatan Lolda ke Desa Soana Masungi, RSP seharunya hanya diperuntukan bagi daerah terisolir, termarginal, sulit dari aspek geografis, dan miskin dari segi ekonomi. Penetapan pemerintah pusat cq kementerian kesehatan membangun RSP di Desa Jano Kecamatan Loloda amat tepat, sesuai dengan Permenkes RI No.24 Tahun 2014 tentang Rumah Sakit Pratama Kelas D. Bupati Jems Uang tidak memiliki kewenangan apapun untuk memindahkan pembangunan RSP ke Desa Soana Masugi, Kecamatan Ibu. Memindahkan lokasi pembangunan RSP sama arti mengubah perencanaan. Sesuai UU No.25 Tahun 2004 tentang SPPN RSP, perencanaan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat cq Kemenkes bukan pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Barat. Pemindahan pembangunan RSP aquo telah mengakibatkan kerugian nyata bagi masyarakat Loloda, dan menguntungkan bagi Swasta PT. Mayang Mandala Putra.
Kedua, pembangunan RSP telah melebihi tahun Siklus APBN/APBD 1 Januari s/d 31 Desember, tidak diperbolehkan mengelola keuangan negara melebihi siklus anggaran. Tegasnya pengelolaan keuangan negara tidak boleh melebihi tahun fiscal, nyata dengan jelas pembangunan dimulai 25 Maret 2024 sekarang sudah memasuki 24 Desember 2025. Artinya melebihi waktu 280 hari kalender, sekarang telah memasuki 720 hari kalender pembangunan mangkrak cenderung gagal menjadi tontonan yang amat memalukan.
Ketiga, pemindahan pembangunan RSP melanggar asas hukum pengelolaan keuangan negara, yakni partisipatoris budgeting, efektifitas budgeting, transparansi budgeting, akuntabilitas budgeting dan fainerss budgeting.
LAW ENFORCEMENT SEGERA DILAKUKAN
Gagalnya pembangunan RSP sesuai perencanaan oleh pemerintah cq Kementeria Kesehatan di Desa Jano, Kecamatan Loloda adalah fakta yang tak terbantahkan. Desakan dari berbagi element masayarakat telah disuarakan sejak akihir tahun 2024 memohon agar APH segera melakukan penyelidikan atas perpindahan RSP di Desa Jano, Kecamatan Loloda ke Desa Soana Masungi, Kecamatan Ibu yang mengakibatkan mangkraknya pembangunan RSP dan menjadi tontonan yang memalukan. Berdasarkan data aplikasi Krisna dan OM-SPAN pada 28 Oktober 2024 telah dicairkan dana Rp 11.2 miliar, administrasi keuangan masih tercantum RSP Desa Jano Kecamatan Loloda, ada upaya manipulatif dalam pencairan dana sebesar Rp Rp 11.2 miliar.
Perencanaan dana perencanaan sebesar Rp Rp 900 juta juga administrasi keuangan masih tercantum Desa Jano, Kecamatan Loloda ini tindakan manipulatif yang tidak bisa dibiarkan. Dalam dokumen LHP BPK Perwakilan Maluku Utara No.15/A/LHP/XIX/05/2025 tanggal 26 Mei 2025 menjelaskan Pemda Halmahera Barat belum menguasi lahan lokasi RSP, padahal telah dicairkan anggaran pembebasahan lagan sebesar Rp 507.5 juta dan telah direlaisasikan Rp 17 M dari pagu anggaran Rp 43 M. Laporan realisasi anggaran (LRA) tidak ditemukan bukti-bukti yang dipertanggungjawabkan.
Tindak pidana korupsi masuk pada kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime), dan penyelesaian juga harus dengan cara luar biasa, dibutukan kecepatan, kecermatan dan ketangkasan APH. Tidak bisa dilakukan dengan cara biasa seperti pada kejahatan pidana umum. Indikasi kasus korupsi RSP melibatkan banyak tangan dan kepala yang merencanakan, mulai dari bupati sebagai pejabat penanggungjawan pengelolaan keuangan negara, BAPEDA yang mengendalikan perencanaan, PPK sebagai pejabat penandatangan kontrak kerja, kepala dinas sebagai kuasa pengguna anggaran, bendahara daerah dan semua pejabat yang ada pada lingkaran setan tersebut. Dugaan korupsin RSP aquo telah dimulai pada tahap perencanaan ketika memindahkan pembangunan RSP ada niat jahat untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi, sosial maupun politik.
Pemindahan RSP berdampak pada banyak hal, di antarasnya harga satuan pasti berubah, waktu pelaksananaan pasti berubah, kinerja pengelolaan anggaran yang mencakup outcome, impact benefit juga berubah. APH memiliki strategi pengumpulan bukti termasuk meminta BPKP dan atau BPK untuk melakukan audit investigatif untuk menghitung berapa kerugaian negara, serta aparat yang bertanggung jawab memindahkan dan mengubah perencanaan. Aparat yang melakukan penandatangan kontrak dengan pihak ketiga, aparat yang memerintahkan pencaairan serta aparat yang mecairakan dana RSP. Terkait pencairan dana Rp Rp 11. 2 M serta Rp 900 juta, jumlah ini baru prediksi bisa bertambah. Dicurigai terjadi pembobolan dan perampokan keuangan negara dalam pembangunan RSP. Hasil audit BPK sebagaimana dijelaskan di atas jika dilakukan audit investigatif pasti memperjelas jumlah kerugian secara total loast. Kerugian bukan hanya berkisar Rp 17 M akan tetapi dipastikan lebih.
Pembobolan keuangan negara RSP dilakukan disiang bolong, kelihatan amat jelas dan terang dilakukan dengan cara melawan hukum, menyalahgunakan wewenang, mempergunakan jabatan untuk kepentingan dan keuntungan sosial ekonomi dan politik.
Pertama mengapa Bupati Jems Uang berani dan nekat mengubah perencanaan pembangunan RSP yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat cq Kementerian Kesehatan, untuk kepentingan apa kalau bukan untuk kepentingan ekonomi sosial dan politik berkaitan janji kampanye waktu mencalonkan diri sebagai Bupati Halmahera Barat. Kedua, Pembangunan RSP telah melebihi tahun fiskal 2024 dan 2025. Artinya, kontrak kerja pembangunan RSP dengan pihak swasta batal demi hukum, telah melebihi satu tahun fiskal. Kontrak barang dan jasa yang melebihi satu tahun fikal dilarang terkecuali dalam kontrak multiyears sistem budgenting.
Kedua, sebagian anggaran RSP telah dicaikan bagaimana mempertanggungjawabkan dari asepk transparani dan akuntabilitas.
Ketiga, RSP pratama mangkrat dengan meninggalkan berbagai pesoalan hukum, mulai sebagian dana telah raib dan sulit dipertanggungjawabkan, Pembangunan RSP tidak didukung dengan dokumen amdal, tanah milik masyarakat almarhum Tommy Wangean dengan SHM yang belum dibebesakan dan diberikan ganti rugi yang layak, serta potret rusaknya tata kelola keuangan negara secara nyata.
Presiden RI Prabowo Subianto dalam asta cipta menjadikan pemberantasan korupsi pada semua sektor pemerintahan, untuk mencegah kebocoran anggaran negara dan menciptakan pemerintahan yang bersih harus dimaknai, tidak ada pejabat yang bebas dari radar penindakan dan pemberantasan korupsi. RSP nyata kerugian negara, nyata pejabat yang melakukan perbuatan melawan hukum, nyata telah ada pencairan dana, nyata RS yang pembangunanya mangkrat, nyata kerugian masyarakat. Inilah korupsi disiang bolong yang kelihatan dilihat dengan jelas. Penegakan hukum harus tajam ke bawah tajam juga keatas, mengandung arti tidak ada yang kebal hukum di Indonesia, termasuk Bupati Jemas Uang. APH harus bergerak cepat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas gagalnya pembangunan RSP.
