Agus Sebut Kejati tak Perlu Ragu Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Tunjangan Anggota Deprov

Agus Salim R Tampilang. Foto|Istimewa

TERNATE-pojoklima, Penyelidikan dugaan korupsi tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, makin disorot.

Sorotan kali ini datang dari praktisi hukum Agus Tampilang SH, yang menegaskan jika aliran dana tunjangan Rp 60.000.000 (enam pulu juta) kepada masing-masing anggota DPRD yang diterima setiap bulan selama periode 2019-2024 merupakan perbuatan melawan hukum.

Disebut perbuatan melawan hukum karena baik pihak yang mengatur skema penganggaran hingga aliran dana kepada anggota DPRD dilakukan secara sadar. Apalagi, ploting anggaran dengan bersandar pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 18 tahun 2017 yang mengatur tentang gaji dan tunjangan anggota DPRD merupakan upaya perampokan uang negara yang harus ditelusuri hingga menjadi terang.

Sebab, ploting anggaran jika sudah bersandar pada PP tidak seharusnya diterbitkan lagi perataruran gubernur (Pergub) yang menabrak regulasi di atasnya dalam hal ini PP Nomor:18 tahun 2017. “Sekarang yang menjadi persoalan ini kan kalau sudah ada PP yang atur ini lalu pergub ini atur apa lagi. Kalau ini kemudian diatur lagi terkait tunjangan anggota dewan. Ingat aturan itu tidak bisa membahas dua persoalan yang sama. Kalau peraturan yang lebih tinggi sudah mengatur tunjangan dan gaji anggota dewan berarti peratuturan turunan tidak bisa mengatur lagi,”tegasnya.

Dengan begitu, sebut Agus, tunjangan yang diatur oleh pergub tidak diperbolehkan karena DPR dan gubernur sama dalam kedudukan hukumnya. “Jika dilihat dari hirarki perundang-undangan kenapa gaji dan tunjangan DPR itu diatur oleh pergub. Ini adalah kecolongan pemda provinsi bersama-sama sekretariat DPRD,’’ ucapnya.

Lantaran itu, ia berpandangan penyidik Kejaksaan Tinggi tidak perlu ragu menetapkan tersangka di balik kasus ini karena sudah ada dua alat bukti yakni surat pergub dan keterangan para saksi.

Masih terkait dugaan korupsi dana tunjangan anggota deprov, tegas Agus, secara administrasi pihak yang paling bertanggung jawab yakni mantan Sekwan Abubakar Abdullah, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Abubakar merupakan sosok yang menyusun dan mengatur anggaran tersebut hingga mengalir ke rekening masing-masing anggota dewan.

 

Ia juga mendesak anggota dewan untuk mengembalikan dana haram tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Juga bagian dari perbuatan tindak pidana korupsi yang harus segera diungkap oleh pihak kejaksaan. Bukan hanya mantan sekwan, tapi 45 anggota DPRD juga harus dimintai pertanggungjawaban hukum karena tunjangan itu diatur secara ilegal.

Perbuatan para pelaku selain bertentangan dengan undang- undangan tindak pidana korupsi, juga bertentangan dengan undang-undang perbendaharawan karena mengeluarkan uang bagi pos-pos anggaran yang bertentangan.

Agus kembali menegaskan besaran tunjangan harusnya disesuaikan kondisi fiskal daerah, bukan secara suka hati. Apalagi, saat ploting anggaran yang dilakukan bertepatan dengan bencana kemanusiaan yakni covid-19. “Jika benar Pergub yang mengatur besaran tunjagan anggota deprov lahir di tengah covid, ini kejahatan luar biasa yang harus diusut tuntas,”tegasnya lagi.

Masih terkait dugaan korupsi tunjangan anggota deprov, sedikitnya 12 orang diperiksa. Antara lain Ketua DPRD Malut M. Iqbal Ruray, mantan Ketua DPRD periode 2019-2024 Kuntu Daud, mantan Sekwan Abubakar Abdullah, Bendahara Sekretariat DPRD Rusmala Abdurahman, terpidana kasus suap Muhaimin Syarif serta beberapa anggota DPRD lainnya.