Gubernur Malut Irit Bicara Usai Sambangi Kejati
pojoklima, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda menyambangi Kejaksaan Tinggi, Rabu (24/12).
Orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Maluku Utara ini irit berkomentar maksud kedatangannya di gedung aparat penegak hukum.
Pantauan jurnalis, pukul 13.22 WIT, Gubernur Sherly keluar dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Saat dikonfirmasi maksud kedatangan, Sherly menyebut hanya Silaturahim. “Silaturahmi saja,” singkat Sherly.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Sufari mengungkapkan bahwa Kedatangan Sherly Tjoanda untuk berkoordinasi terkait Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan dilakukan di Kejaksaan.
“Kami nanti akan MoU dengan Bupati/Wali Kota se Maluku Utara, kalau provinsi MoU dengan saya dalam rangka pemberlakuan KUHP baru,” ucapnya.
Jendral bintang dua di Kejati Malut ini menyebut MoU dengan pemprov Malut akan dilaksanakan di Kejaksaan Tinggi pada 2026 mendatang.
“Jadi meninjau tentang pelaksanaanya seperti apa. itu saja tidak ada yang lain,” tandasnya.
Meski demikian, publik kini disuguhkan dengan isu hangat proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Halmahera Barat yang dikerjakan oleh PT. Mayagi Mandala Putra, sebuah perusahaan dalam lingkaran keluarga Gubernur Sherly.
Praktisi dan pakar hukum keuangan negara Dr. Hendra Karianga SH.,MH., menegaskan pembangunan proyek RSP Halbar ditengarai unsur pidana.
Sebelumnya BPK RI Perwakilan Maluku Utara, dalam dokumen LHP Nomor: 15/A/LHP/XIX/05/2025 tanggal 26 Mei 2025 menyebut, Pemda Halmahera Barat belum menyelesaikan lahan RSP, padahal telah dicirkan anggaran pembebasan senilai Rp 507 juta. Juga realiasasi Rp 17 miliar dari pagu anggaran senilai Rp 42 miliar, laporan realisasi anggaran tidak ditemukan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
“RSP Halbar terbukti mangkrak. Menurut hukum pekerjaan proyek pembangunan itu ada unsur pidana korupsi,” sebut Hendra.
Ia berharap aparat penegak hukum baik kejaksaan, kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak membuka ruang negosiasi bagi setiap pelaku yang merampok uang negara.

