Membedah Concursus Realis Pasal 66 KUHP: Hukuman bagi Pelaku Penikaman dan Pengrusakan

M Irsyad PojokLima
Ketua Yayasan Bantuan Hukum Indonesia Halmahera Selatan, Maulana MPM Djamal Syah SH.,MH

Oleh: Maulana MPM Djamal Syah SH.,MH

(Ketua Yayasan Bantuan Hukum Indonesia Halmahera Selatan)

Peristiwa penganiayaan di Desa Panamboang Omamoi pada Kamis 24 Mei 2024, menggambarkan tantangan dalam penegakan hukum di Halmahera Selatan.

Dugaan tindak pidana penganiayaan berat seperti penikaman terhadap Kifli Rajak dan pengrusakan rumah milik Saifudin Ibrahim oleh Mahdi, mengungkapkan masalah mendasar dalam sistem hukum. Kasus ini menuntut perhatian serius dan penerapan hukum yang proporsional sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Untuk membedah penerapan hukuman dugaan tindak pidana penganiayaan berat berupa penikaman dan pengrusakan, penulis menggunakan teori concursus realis atau real concurrence dari Prof. Simons dalam Pasal 66 KUHP.

Concursus realis atau real concurrence merupakan konsep dalam hukum pidana yang mengacu pada situasi dimana seorang pelaku melakukan beberapa tindak pidana yang berbeda dalam satu rangkaian tindakan. Setiap tindak pidana dalam rangkaian tersebut berdiri sendiri sebagai tindak pidana yang terpisah. Salah satu tokoh yang memberikan pandangan mendalam mengenai concursus realis adalah Simons, seorang Profesor Hukum Pidana dan Kriminologi Universitas Utrecht, Belanda.

Menurut Simons, concursus realis terjadi ketika beberapa perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku memenuhi beberapa ketentuan hukum pidana yang berbeda. Simons menekankan bahwa dalam concursus realis, setiap perbuatan pidana harus diakui dan dihukum secara independen berdasarkan ketentuan hukum yang relevan. Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap pelanggaran hukum harus mendapatkan sanksi yang sesuai untuk memastikan keadilan bagi korban dan masyarakat.

Simons menguraikan beberapa kondisi yang harus dipenuhi untuk mengategorikan rangkaian perbuatan sebagai concursus realis yakni:

1.Keberagaman Tindak Pidana: Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku harus merupakan pelanggaran terhadap beberapa ketentuan hukum pidana yang berbeda. Misalnya, satu perbuatan berupa penganiayaan sementara yang lain berupa pengrusakan properti.

2.Ketidakbergantungan Tindak Pidana: Meskipun dilakukan dalam satu rangkaian peristiwa, setiap perbuatan pidana harus berdiri sendiri dan tidak saling bergantung satu sama lain untuk diakui sebagai tindak pidana. Ini berarti setiap tindak pidana dapat dikenai hukuman tanpa perlu membuktikan tindak pidana lainnya.

3.Pengakuan dan Penghukuman Terpisah: Setiap tindak pidana harus diakui secara terpisah dalam proses hukum dan diberikan hukuman yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Konstruksi Pasal 66 KUHP mengatur mengenai hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan dalam situasi concursus realis. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa dalam hal seseorang melakukan beberapa tindak pidana yang masing-masing diancam dengan pidana pokok yang sama, maka pidana maksimum yang dapat dijatuhkan adalah jumlah pidana yang paling berat ditambah sepertiga.

Implementasi Concursus Realis dan Pasal 66 KUHP, beberapa contoh untuk memahami penerapan concursus realis dan Pasal 66 KUHP:

Kasus Desa Panamboang Omamoi
•Penikaman (Penganiayaan Berat): Mahdi menikam Kifli Rajak yang memenuhi unsur penganiayaan berat di bawah Pasal 351 Ayat (2) KUHP. Ancaman hukuman untuk penganiayaan berat adalah pidana penjara paling lama lima tahun.

•Pengrusakan Rumah: Mahdi juga merusak rumah milik Saifudin Ibrahim, yang memenuhi unsur tindak pidana pengrusakan di bawah Pasal 406 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman untuk pengrusakan rumah adalah pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”Tuturnya

Pada kasus tersebut, penerapan concursus realis berarti Mahdi harus dihukum untuk kedua tindak pidana tersebut secara terpisah.

Berdasarkan Pasal 66 KUHP, jika hukuman yang dijatuhkan untuk penganiayaan berat adalah lima tahun dan untuk pengrusakan rumah adalah dua tahun delapan bulan, total hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan kepada Mahdi adalah lima tahun ditambah sepertiga dari dua tahun delapan bulan, yang menjadi total hukuman tujuh tahun enam bulan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pandangan Simons tentang concursus realis menekankan pentingnya pengakuan dan penghukuman terpisah untuk setiap tindak pidana dalam satu rangkaian perbuatan. Dengan menerapkan prinsip ini bersama dengan ketentuan dalam Pasal 66 KUHP, sistem peradilan dapat memberikan keadilan yang lebih komprehensif dan proporsional.

Dalam kasus Mahdi, penerapan concursus realis dan Pasal 66 KUHP akan memastikan bahwa baik tindak pidana penganiayaan berat maupun pengrusakan rumah ditangani secara adil dan hukuman yang dijatuhkan mencerminkan beratnya masing-masing perbuatan pidana tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini