BPKP Sebut Peran Wali Kota Ternate Dalam Kasus Penyertaan Modal Rp 25 Miliar
Agus. Penyidik Jaksa Tebang Pilih
TERNATE –pl.com, Kasus dugaan korupsi penyertaan modal pada 2015-2019 oleh Pemda Kota Ternate, ternyata melibatkan banyak pihak. Salah satunya mantan Sekda Kota Ternate, M. Tauhid Suleman, kini Wali Kota Ternate.
Peran wali kota saat itu sebagai sekda, sekaligus Ketua Tim Anggaran Daerah (TAPD) Kota Ternate, turut mengusulkan dan menyetujui penyertaan modal senilai Rp 22 miliar lebih.
Ironisnya, penyertaan modal puluhan miliar itu dilakukan tanpa memiliki dasar hukum namun terkesan dipaksakan. Kuat duaan penyertaan modal ini tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ternate saat itu.
Terkait kasus ini praktisi hukum Agus Salim R. Tampilang, menuding penanganan kasus penyertaan modal Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate terhadap Perusahaan Daerah (Perusda) Holding Company (PT. Ternate Bahari Berkesan) yang terjadi selama tahun 2015-2019 senilai Rp 25 miliar oleh penyidik jaksa tebang pilih.
Menurutnya, semua pihak yang terlibat dalam tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara harus dimintai pertanggungjawaban hukum. Namun demikian, hingga kini Tauhid Soleman yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Ternate dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang mengusulkan serta menyetujui dana penyertaan modal belum tersentuh hukum.
“Ini sangat ganjil. Orang yang mengusulkan dan menyetujui anggaran tanpa dasar hukum jelas harus diproses hukum karena uang negara yang dikeluarkan harus sesuai peruntukannya,” tegas Agus Senin (14/07).
Agus menyebut beberapa terdakwa dalam kasus ini sudah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Ternate. Namun, sejumlah pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum malah dilindungi oleh penyidik kejaksaan.
“Ketua tim TAPD yang mengusulkan dan menyetujui anggaran untuk Perusahaan Daerah Holding Company PT. Ternate Berkesan, sebagai perusahaan induk, kemudian dibagikan ke beberapa anak perusahaan tidak dijadikan tersangka,” tegas Agus.
Padahal, dalam kesaksian ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku Utara, membeberkan penyertaan modal yang diberikan kepada Perusda merupakan tindakan melawan hukum. Bahkan, gaji yang diterima oleh komisaris Perusda merupakan objek kerugian negara yang harus dikembalikan ke kas negara.
Penanganan kasus korupsi penyertaan modal oleh Kejati Maluku Utara, lanjutnya, menunjukkan adanya tebang pilih. Orang yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum hanya dijadikan saksi, sementara pihak lain yang lebih kecil perannya dijatuhi hukuman berat.
“Saya menganggap pihak Kejaksaan Tinggi harus lebih bijak dalam menangani perkara ini. Jangan hanya mengorbankan Direktur PT Alga saja, sementara pihak lain yang juga menikmati uang negara tidak dimintai pertanggungjawaban hukum,” jelasnya.
Agus kembali menegaskan, putusan tetap terhadap Sarman Sarode, sebagai Direktur PT Alga, memungkinkn pihak kejaksaan juga menetapkan tersangka lain agar keadilan bisa ditegakkan secara menyeluruh.
Masih terkait kasus mega korupsi penyertaan modal oleh BPKP telah melakukan audit investigasi bernomor: PE.03.03/SR-1016/PW33/5/2022 tanggal 7 Juli 2022. Audit investigasi setebal lebih kurang 80 halaman itu, BPKP menemukan adanya kerugian negara atas penyertaan modal yang dikucurkan Pemkot Ternate senilai Rp 7 miliar lebih. Dalam audit investigasinya, BPKP juga menyebut peran Tauhid Soleman, sebagai sekda saat itu. (Red)
Tinggalkan Balasan