Kembali Membaca Hutan Koter

M Irsyad PojokLima
Fikri Irwan.

Oleh: Fikri Irwan (Mahasiswa Fakultas Pertanian Unkhair)

Telah menjadi rahasia umum, penambahan populasi jumlah penduduk memicu perubahan fungsi lahan yang berkembang sesuai kebutuhan manusia. Permukiman atau pembangunan infrastruktur menjadi salah satu bagian yang selalu mendapatkan sorotan penuh, baik oleh pemerintah dalam urusan good gavernance maupun masyarakat banyak.

Urusan tempat tinggal atau wilayah pemukiman menjadi kebutuhan vital bagi setiap insan untuk memenuhi kebutuhan primer, fakta sosial yang demikian menjadi panorama yang sering terjadi di dalam kehidupan berbangsa ini secara totalitas, termaksud kota Ternate.

Dalam kebijakan pemkot Ternate misalnya, dinilai sering lalai dan terkesan mengabaikan penghijauan (hutan kota) yang secara fundamental memiliki peran signifikan.

Hutan kota memiliki andil dalam menciptakan iklim mikro dalam wilayah perkotaan, selain peranya sebagai pelembab atau suhu kota, penghijauan dalam perkotaan turut meminimalisir kebisingan, polutan udara dan alih-alih sebagai solusi organik dalam urusan kebencanaan seperti banjir.

Vegetasi perkotaan secara fundamental memiliki peran hidrologis, dengan sistem penyerapan dapat menginfiltrasi kelebihan air permukaan dengan presentase yang relatif lebih baik, sehingga dapat mengurangi atau menekan anggaran pembangunan aliran drainase di Perkotaan Gamalama. Fungsi drainase mekanik yang telah disulap menjadi organik, kiranya dapat meminimalisir dan meningkatkan fungsi pengairan, sehingga sisa anggaran dapat dialokasikan pada hal yang lebih urgen, yang secara real dapat dinikmati oleh warga.

Disisi lain, Kota Ternate selalu mengandalkan sektor jasa dalam urusan meningkatkan target keuanggan atau Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab itu, arah pengambilan keputusan dalam urusan pembangunan selalu direalisasikan dalam bentuk secara fisikal. Dengan kata lain, kebijakan pemerintahan kota kini mengabaikan pembangunan yang berbasis ekologis.

Pembangunan infastruktur secara fisik (beton) selalu menjadi andalan dan harapan dalam menggenjot keuangaan daerah. Tindakan ini secara tak sadar, menciptakan ketidaknayaman dan mengusik kehidupan kelompok di kota.

Hutan Kota diharapkan menjadi instrument dalam mengatasi setiap problem lingkungan di perkotaan, dengan memperkecil dampak negatif yang disebabkan oleh aktivitas kelompok Masyarakat.

Kosentrasi kebijakan yang memasifkan (physical development), untuk mengejar ketertinggalan ekonomi semata, tanpa menyisahkan Ruang Terbuka Hijau di Kota (RTHK) yang secara mendasar memiliki peran ekologis yang dapat meminimalisir dampak yang tidak bisa dibendung oleh tiap manusia, dan upaya dalam pengelolaan mekanik yang yang dicadangkan. Dalam konteks ini, dampak yang menghambat aktivitas kota, hingga yang lebih serius, seperti meregut korban jiwa.

Kajian akademis, pakar ekolog Miller meyakini bahwa bangunan fisik (beton) menyerap panas (matahari) atau energi sepanjang hari dan akan melepaskanya pada malam hari. Artinya, kebijakan pemerintah yang terkesan mengabaikan ruang terbuka hijau kota, untuk menggenjot value atau nilai ekonomi daerah, bukan hanya terjadi peningkatan temperatur udara, tapi akan menciptakan ketidaknyamanan sosial perkotaan.

Urgensi pembangunan yang berwawasan lingkungan, selalu di aminkan oleh setiap pemimpin, dengan begitu akan menerapkan prinsip-prinsip ‘paradigma ekologis’. Olehnya, setiap elemen termasuk pemerintah koter, turut mempertahankan apa yang telah ada. Tak ayal, iktiar pembangunan atau upaya konservatif selalu diperioritaskan demi cita-cita yang sustainable.

Dalam konteks kedaerahan, Ternate selalu menjadi area sentral bertumbuhnya ekonomi induvidu dan hijrahnya pikiran akademis. Dengan hajat ini, kota ternate mengalami penambahan populasi penduduk yang ditekan lewat urbanisasi. Jumlah penduduk yang kian masif, juga akan mengupayakan kebutuhan vitalnya untuk bermukim. Sebab itu, acauan arah mata angin dalam pengambilan kebijakan untuk mementingkan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau Perkotaan semakin minim.

Kemungkinan, Pemerintah Kota Ternate akan melakukan reklamasi atau menyigi daratan untuk menutupi lautan, semata untuk pembangunan secara fisikal, dalam arti luas akan menambah nilai tersendiri, baik dari aspek luas wilayah daratan di Ternate dan peningkatan ekonomi.

Ambisi kelembagaan dalam rupa kepentingan telah melampaui pedagogi, itu berkembang dengan begitu kuat dan cepat. Dalam aspek ini, banyak dampak yang akan berimbas pada penduduk perkotan (koter). Sebagai contoh, upaya untuk menyigi daratan dan menimbun lautan (reklamasi) di ternate kemungkinan telah mengurangi sumber daya perikanan yang disediakan oleh alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini