Mantan Sekwan Paling Bertanggung Jawab Tunjangan Anggota DPRD Malut
TERNATE-pojoklima, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku Utara, Fajar Haryowimbuko, menyebut sudah belasan saksi digiring ke meja penyidik untuk dimintai keterangan terkait skandal korupsi tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Ya kasusnya dalam proses dan kalau gak salah sudah 12 saksi yang kami periksa,” kata Fajar, Jumat (21/11).
Saksi yang sudah dimintai keterangan yakni Ketua DPRD Maluku Utara periode 2019-2024, Kuntu Daud, Ketua DPRD Maluku Utara periode 2024-2029, M. Iqbal Ruray, mantan anggota DPRD Maluku Utara, Muhaimin Syarif.
Sementara saksi dari ASN yang dimintai keterangan yakni mantan Kabag Hukum DPRD Maluku Utara yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi Maluku Utara, Isman Abbas.
Mantan Kabag Umum DPRD Maluku Utara, kini menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Maluku Utara, Zulkifli Bian, Bendahara Sekretariat DPRD, Rusmala Abdurahman.
Kabag Keuangan DPRD Maluku Utara, Erva Pramukawati Konoras, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Maluku Utara, Samsuddin A Kadir.
Mantan Sekretaris DPRD Maluku Utara Abubakar Abdullah, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) saat ini dipercaya menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Praktisi hukum Bachtiar Husni, kepada jurnalis berpandangan, penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara tak perlu ragu menetapkan Abubakar Abdullah cs sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan anggota DPRD provinsi.
Sebab, sudah ada dua alat bukti yakni surat pergub dan keterangan para saksi menjadi alasan bagi penyidik untuk meningkatkan kasus itu ke penyidikan hingga penetapan tersangka.
Ia menyebut, secara administrasi pihak yang paling bertanggung jawab atas aliran dana tunjangan anggota DPRD yakni mantan Sekwan Abubakar Abdullah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Abubakar merupakan sosok yang menyusun, mengusulkan dan mengatur aliran dana tersebut hingga masuk rekening masing-masing anggota dewan.
“Bukan hanya mantan sekwan, tapi 45 anggota DPRD juga harus dimintai pertanggungjawaban hukum karena tunjangan itu diatur secara ilegal,” tegasnya, Jumat (21/11).
Bahtiar menyebut, hal ini selain bertentangan dengan undang- undangan tindak pidana korupsi, juga bertentangan dengan undang-undang perbendaharaan, karena mengeluarkan uang bagi pos-pos anggaran yang bertentangan.
“Besaran tunjangan harusnya disesuaikan kondisi fiskal daerah, bukan secara suka hati. Apalagi, saat ploting anggaran yang dilakukan bertepatan dengan bencana kemanusiaan yakni Covid-19,” bebernya.
