Aktivitas PT Harita di Pulau Obi Membahayakan Lingkungan

Ilustrasi.

HALSEL-pojoklima, Aktivitas PT Harita Group di Pulau Obi, Halmahera Selatan, diduga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang sangat membahayakan.

Berdasarkan informasi yang didapat, dokumen internal milik PT Harita Group yang bocor ke publik berkaitan adanya pencemaran lingkungan berupa zat kimia kromium-6 atau heksavalen.

Heksavalen ini senyawa karsinogenik yang berasal dari aktivitas industri berat itu diketahui melampaui ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan Pemerintah Indonesia.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Sarwan Hi Ibrahim mengatakan, zat kimia yang mencemari lingkungan itu berdampak pada masyarakat di Pulau Obi.

Zat tersebut dapat mengakibatkan gangguan serius terhadap kesehatan manusia berupa kerusakan hati, iritasi kulit dan lainnya.

“Harusnya PT Harita Group selaku korporasi yang melakukan aktivitas pertambangan menjaga kelestarian dan keberlanjutan (Sustainable) lingkungan hidup, sebagai bentuk tanggung jawab social (corporate social responsibility) terhadap masyarakat dan lingkungan hidup,” ungkapnya melalui rilis Jumat (21/11/2025).

Dari aspek tanggung jawab hukum (criminal liability) ketika suatu korporasi yang diduga melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dapat dilihat dalam Undang-undang No: 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) Pasal 1 poin 14.

Pertama, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup diakibatkan oleh masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Kedua, dalam UUPPLH sendiri juga mengakui korporasi sebagai subjek hukum dan juga subjek pemidanaan. korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan dijatuhi pidana. namun tidak hanya terbatas pada pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukumnya saja, melainkan juga mengatur pertanggungjawaban terhadap Pengurus dalam suatu korporasi. Ini diatur dalam Pasal 116 UUPPLH.

Ketiga, pada aspek pertanggungjawaban pidana oleh suatu korporasi dalam UUPPLH menganut konsep pertanggungjawaban yang sangat terkenal, yakni strict liability. Konsep ini tidak melihat pada adanya mens rea (sikap batin), tetapi cukup dengan terbukti adanya perbuatan pidana (actus reus) pencemaran lingkungan berupa limbah B3 yang melewati ambang batas baku mutu air, udara, atau tanah yang dilakukan oleh suatu korporasi.

“PT Harita Group sebagai suatu korporasi yang melakukan aktivitas pertambangan jika terbukti melalui uji laboratorium telah melakukan dumping limbah bahan berbahaya beracun atau B3 ke media lingkungan hidup, dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan konsep strict liability yang itu dianut dalam UUPPLH.

Uji laboratorium oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sebagai lembaga yang bertugas mengawasi dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas lingkungan hidup, harus bertindak cepat dan transparan untuk melakukan uji sampel terhadap zat/limbah B3 yang diakibatkan dari aktivitas pertambangan oleh PT Harita Group di Pulau Obi,” sambungnya. (red)