Gerakan Ultimatum Indonesia Merunut Sejumlah Dugaan Kasus Korupsi Mandek di APH Malut
TERNATE-pl.com, Gerakan Ultimatum Indonesia Maluku Utara mengendus sejumlah praktek dugaan korupsi dan permintaan fee proyek DAK di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud).
Gerakan Ultimatum Indonesia Maluku Utara merunut tiga dugaan laku korupsi besar yang masih tenggelam di meja Aparat Penegak Hukum (APH).
Pertama, kasus korupsi Uang Makan Minum (Mami) dan WKDH di Sekretariat Daerah Pemprov Malut. Kedua, dugaan korupsi dana Bansos di Pemprov Malut. Ketiga, dugaan peran Pj Gubernur Samsuddin A Kadir dalam pemotongan fee proyek DAK Dikbud 2024.
Ketua Koordinasi Gerakan Ultimatum Indonesia Riyanda Barmawi mengungkapkan, Pj Samsuddin A Kadir disinyalir punya andil besar dalam urusan permintaan jatah proyek DAK.
Pj gubernur disebut mengarahkan kepada oknum-oknum di Dikbud Malut untuk meminta fee sebesar 15-25 persen di setiap paket pekerjaan.
Ridwan menuturkan, jika total nilai DAK di Dikbud Malut 179 miliar, kemudian jatah yang dipotok 15-25 persen, keuntungan didapat bisa mencapai Rp44 miliar.
“Yang tidak kita ketahui uang Rp44 miliar ini diperuntukan ke siapa dan siapa yang menagih atau menggambil fee tersebut,” tanya Riyanda kepada awak media di Ternate, Jumat, 11 Oktober pekan lalu.
Bahkan, mencuat dugaan Plt Kepala Dikbud Malut yang belakangan gencar roadshow di sejumlah sekola menengah atas (SMA) sekaligus menyampaikan arahan permintaan fee proyek.
Riyandi menegaskan praktek tersebut akan diadukan kepada penegak hukum yakni Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Sementara, Akademisi Unkhair Abdul Kader Babu, menyentil paran lain Samsuddin dalam kasus uang Makan Minum (Mami) dan WKDH di Sekretariat Daerah Pemprov Malut.
Menurutnya, kasus tersebut sudah lama bergulir di meja penyidik Kejati Malut. Bahkan, sudah banyak saksi diperiksa termasuk Samsuddin Abdul Kadir.
“Dari tahapan penyelidikan hingga penyidikan harusnya sudah ada status hukum dari kasus ini. Kenapa sampai saat ini belum juga diumumkan status tersangka,” tanya Abdul Kader Bubu saat jumpa pers Maluku Utara Darurat Korupsi di Ternate, Jumat 11 Oktober 2024.
Dade, sapaan karib Abdul Kader Bubu menduga, peran Samsuddin Abdul Kadir saat menjabat sebagai Sekda Maluku Utara dalam kasus tersebut disembunyikan pihak kejaksaan.
Dade menegaskan, dalam pandangan hukum Samsuddin terlibat dalam tindak pidana korupsi.
“Benar waktu itu Samsuddin menjabat sebagai Sekda. Artinya dia tahu betul siapa siapa saja melakukan perjalanan dinas,” tuturnya.
Dade menilai, Samsuddin seharusnya mencegah orang-orang yang tidak berkompoten dalam melakukan perjalanan dinas.
Dia punya kuasa untuk mencegah penyelagunaan anggaran. Namun, Samsuddin membiarkan dengan alasan membantu wakil gubernur.
“Alasan itu sudah cukup untuk menjeratnya, karena Samsuddin ikut serta dalam penyelahgunaan tindak pidana,” tandas Dade.
Selain itu, dirinya juga menyinggung dugaan praktek penyelahagunan keuangan negara dalam bentuk bantuan sosial (bansos) di 2022.
Bansos di tahun itu diduga ditilep beberapa pihak, termasuk oknum mantan anggota DPRD Provinsi Maluku Utara. Dan, kelompok akademisi.
Menurut Dade, dugaan praktek rasuah tersebut sudah mencuat ke publik. Dirinya bahkan sudah beberapa kali menulis di media ihwal dugaan penyalahgunaan bantuan sosial tersebut.
Diketahui, Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Maluku Utara Nomor: 22.A/LHP/XIX.TER/05/2023, ditemukan uang sebesar Rp15.778.308.432.00,- bermasalah.
Dalam laporan tersebut, termuat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 278.1/KPTS/MU/2022 tentang penetapan penerima hibah dan bantuan sosial dalam bentuk uang, barang dan jasa kepada lembaga pemerintah, organisasi kemasyarakatan.
Selain itu, bantuan sarana ibadah dan badan/lembaga kelompok masyarakat bersifat sosial dan SKPD pemberi hibah dan bantuan sosial pada anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2022, SK gubernur Maluku Utara Nomor 400.4/KPTS/MU/2022.
“Melalui pemeriksaan atas register SP2D SKPD, SK penetapan penerima hibah dan perubahannya, dan dokumen pertanggungjawaban belanja hibah, BPK menemukan ketidakwajaran pembayaran sebesar Rp9.620.051.078.00 yang diperuntukkan pembayaran hibah barang sebanyak 92 penerima yang tidak tercantum dalam SK gubernur,” bunyi laporan tersebut.
Selain itu, ditemukan anggaran bantuan social (Bansos) sebesar Rp6.158.257.954,00 yang juga tidak sesuai peruntukannya.
Hasil pemeriksaan pada buku besar bansos diketahui terdapat realisasi belanja yang tidak sesuai peruntukan, antara lain digunakan untuk dukungan event pariwisata, pembelian buku dan perabot perpustakaan, belanja hewan kurban dan beasiswa dosen. (Red)
Tinggalkan Balasan