BPN Desak Pemkot-Pemda Halbar Temukan Solusi Terkait Status GKR
TERNATE-pojoklima, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate, Arman Anwar, menyarankan Pemda Kabupaten Halmahera Barat dan Pemkot Ternate, segera duduk bersama untuk menemukan solusi menyusul tarik ulur status Stadion Gelora Kieraha (GKR) yang belakangan menjadi polemik.
“Kedua pemda harus segera duduk bersama agar polemik status Gelora Kieraha bisa berakhir,” katanya melalui rilis yang diterima pojoklima.com, Selasa (26/8).
Menurutnya, jika kedua pemda tidak menemukan titik terang atas polemik ini, BPN Kota Ternate dan Kanwil BPN Provinsi Malut, siap hadir memberikan masukan dan solusi. Bahkan, keterlibatan gubernur, Kementrian Dalam Negeri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat diperlukan.
Terkait penerbitan sertipikat GKR, Arman membeberkan pihaknya pernah menerima permohonan penerbitan sertipikat dari Pemerintah Kota Ternate 5 Februari 2025 lalu.
“Saat itu Pemerintah Kota Ternate mengajukan permohonan pensertipikatan tanah Satdion Gelora Kieraha, sehingga Kantor Pertanahan Kota Ternate melakukan pengukuran untuk memastikan batas – batas tanah serta pemeliharaan data pertanahan,” bebernya.
Sesuai data yang dikantongi Kantor Pertanahan Kota Ternate, tanah Gelora Kie Raha (GKR) sudah ada sertipikat hak pakai atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II Maluku Utara (sekarang Halbar). Namun seripikat tersebut dinyatakan hilang.
BPN lantas memroses sertipikat hilang sesuai ketentuan Bab VI Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, mulai dari laporan kehilangan kekepolisian, sumpah di Kantor Pertanahan Kota Ternate, pengumuman di media massa selama 30 hari dan tidak ada yang berkeberatan.
“BPN kemudian menerbitkan sertipikat pengganti pada 16 Juli 2025 atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II Maluku Utara,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan, sesuai data Pemerintah Kota Ternate Gelora Kie Raha telah dikuasai, dimanfaatkan, dikelola dan secara administrasi tercatat dalam Kartu Inventarisasi Barang (KIB) Dinas Pemuda Olahraga (Dispora) Kota Ternate sejak 2009. Dan sudah dilakukan penilaian kembali/reevaluasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Rahmat MP & rekan pada 2011.
Atas dasar tersebut, Pemerintah Kota Ternate kemudian mengajukan permohonan sertipikat pengganti karena hilang.
Namun, penerbitan sertipikat pengganti karena hilang tidak mengubah pemegang hak.
“Data fisik dan data yuridis masih sama dengan sertipikat yang diterbitkan pada 1995 silam, termasuk nama pemegang haknya yaitu Pemerintah Daerah Tingkat II Maluku Utara,” tegasnya.
Ia mengakui penjelasan sebelumnya terkait status Gelora Kieraha Kantor oleh Badan Pertanahan Kota Ternate tidak sepenuhnya benar, namun juga tidak sepenuhnya salah.
Polemik ini muncul akibat proses pemekaran wilayah yang tidak diikuti dengan penyerahan aset secara administratif antara pemerintah daerah induk Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Utara dengan Daerah Otonomi Baru (Kotamadya Ternate).
Sebagaimana diisyaratkan dalam Undang-undang Nomor: 11 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate, pada Pasal 14 ayat 1 menyebutkan, untuk kelancaran Penyelenggaraan Pemerintahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate, sesuai Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Maluku dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Maluku Utara sesuai wewenang dan tugasnya masing – masing, menginventarisasi dan mengatur penyerahan kepada pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate, dan huruf b, yang berbunyi “ Tanah, bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya yang menjadi milik, dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat II Maluku Utara yang berada dalam wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate.
Undang – undang Nomor 11 Tahun 1999, sudah memerintahkan inventarisasi dan penyerahan aset, di wilayah hukum Kota Ternate.
Jadi permasalahan terkait aset GKR, ada beberapa peraturan perundang – undangan secara umum. Pengaturan penyerahan aset daerah terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007, tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, diantaranya pasal 24 ayat 2 huruf (f ), Pasal 33 Ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 Ayat (2) dan Pasal 34 Ayat (3).
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah otonom baru atau daerah pemekaran memperoleh fasilitas pengalihan aset yang dilaksanakan 3 (tiga) tahun berturut – turut sejak peresmian. Untuk kabupaten/ kota dilaksanakan oleh gubernur bersama kabupaten induk. Kemudian kabupaten induk membuat daftar aset yang akan diserahkan kepada daerah pemekaran paling lama 1 (satu) tahun sejak peresmian Kotamadya Ternate.
“Hal ini dimaksudkan untuk mendapat kejelasan mengenai daftar aset – aset apa saja yang akan diserahkan kepada daerah pemekaran,” tukasnya mengakhiri. (red)
Tinggalkan Balasan