Terpidana Muhaimin Syarif Dimintai Keterangan Terkait Dugaan Korupsi Tunjangan Anggota DPRD Malut
TERNATE-pojoklima, Penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) makin menjukan keseriusannya membongkar dugaan korupsi dana tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Malut.
Bukti keseriusan penyidik jaksa ini dengan memeriksa eks Ketua DPD Gerindra, Muhaimin Syarif.
Terpidana kasus OTT KPK RI terkait kasus suap eks Gubernur Malut Alm Abdul Gani Kasuba ini, dipriksa jaksa hingga pukul 19.59 WIT, Rabu, (12/11).
Pantauan jurnalis, Muhaimin Syarif alias Ucu menyambangi Kantor Kejati mengenakan kemeja putih lengan panjang dipadu topi berwarna hitam. Seraya menutup wajahnya dengan masker berwarna hitam pula. Ia dikawal seorang pria yang diketahui petugas Rutan Kelas IIB Ternate.
Terpidana KPK ini saat diwawancarai enggan memberikan tanggapan. “Tanya saja ke penyidik,” singkat Ucu.
Kasi Penkum Kejati Maluku Utara, Richard Sinaga, saat dikonfirmasi membenarkan pemeriksaan salah satu mantan anggota DPRD Maluku Utara.
“Iya benar ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan,” beber Richard.
Ucu diperiksa terkait dugaan penyimpangan dana tunjangan operasional dan rumah tangga anggota DPRD Maluku Utara yang diterima pimpinan dan anggota senilai Rp 60 juta per bulan selama periode 2019-2024.
Sebelumnya tim penyelidik Bidang Pidsus Kejati Malut memeriksa sejumlah pihak di antaranya, Ketua DPRD Maluku Utara, Iqbal Ruray, Wakil Ketua DPRD, Kuntu Daud, dan eks Sekertaris DPRD Maluku Utara, Abubakar Abdullah serta Rusmala selaku Bendahara DPRD. Bahkan, informasi yang dikantongi media ini, kurang lebih 10 saksi juga turut diperiksa.
Publik kini disajikan dengan isu anggaran yang melekat di Sekretaris DPRD (Sekwan) Provinsi Maluku Utara. Dua nama yakni Sekwan Abubakar Abdullah dan Bendahara Sekretariat DPRD Rusmala Abdurahman, dinilai paling bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran hingga Rp 817 miliar selama empat tahun berturut-turur.
Puncak alokasi anggaran terjadi pada tahun 2020 mencapai Rp 374,25 miliar, melonjak hampir dua kali lipat dibanding tahun 2019 senilai Rp 202,37 miliar.
Sementara tahun 2022 tercatat Rp 117,04 miliar, dan tahun 2023 Rp 123,64 miliar.
Lonjakan angka drastis pada tahun 2020 ditengarai terjadi karena adanya sejumlah kegiatan besar, seperti rehabilitasi gedung DPRD, pengadaan meubelair ruang pimpinan, videotron ruang paripurna, serta belanja perjalanan dinas dan bimbingan teknis anggota DPRD.
Mencuatnya anggaran fantastis ini menarik perhatian praktisi Hukum Maluku Utara Hendra Karianga. Menurutnya, nilai fantastis yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ini harus dipertanggungjawabkan.
Dalam postur APBD pada pos belanja kesektariatan DPRD, kata Hendra, nilai yang digelontorkan dari 2019-2023 ini tergolong sangat besar.
“Jadi selama empat tahun hampir mencapai Rp 1 triliun. Ini angka yang luar biasa besar,” ungkapnya.
“Perlu audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara,” lanjutnya.
Ia berharap Kejati Malut segera menuntaskan proses penyelidikan dan melanjutkan ke tahap penyidikan.
