Pemberantasan Pungli DD Kabupaten Halmahera Selatan dengan Penerapan Pasal 368 KUHP
Oleh: Maulana MPM Djamal Syah SH.,MH (Dosen Ilmu Hukum Universitas Nurul Hasan (UNSAN) Bacan, Maulana MPM Djamal Syah)
Kabupaten Halmahera Selatan memiliki 249 desa yang tersebar di seluruh wilayahnya. Alokasi dana desa oleh pemerintah pusat untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa menjadi tulang punggung dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, praktik Pungutan Liar (Pungli) sering terjadi dalam pengelolaan dana desa mengancam tujuan mulia tersebut. Oleh karena itupenerapan pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi sangat relevan untuk memberantas praktik tidak terpuji ini.
“Pungli Dana Desa: Mengapa Harus Diberantas?”
Dana desa seharusnya digunakan untuk program pembangunan, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun, pungli yang dilakukan oleh oknum pejabat desa atau pihak-pihak yang memiliki akses terhadap dana ini mengurangi efektivitas penggunaannya. Praktik ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menghambat berbagai program pembangunan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa di Halmahera Selatan.
Pasal 368 KUHP: Landasan Hukum yang Kuat
Pasal 368 KUHP menyebutkan bahwa tindakan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu yang bukan haknya dapat dihukum karena pemerasan. Dalam konteks pungli, meskipun tidak selalu melibatkan kekerasan fisik, tekanan atau ancaman psikologis yang dilakukan oleh oknum pejabat dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam bentuk lain.
Menurut Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH, Pasal 368 KUHP bisa diterapkan dalam kasus pungli karena unsur “pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” dapat diinterpretasikan secara luas, termasuk penyalahgunaan kekuasaan. Dalam banyak kasus pungli, korban merasa terpaksa membayar karena khawatir akan konsekuensi buruk jika tidak memenuhi permintaan pelaku. Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk pemerasan.
Sementara itu, Prof. Dr. Muladi, SH menekankan bahwa kekerasan atau ancaman kekerasan bisa bersifat psikologis atau moral.
Penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dapat masuk dalam kategori ini jika korban merasa ditekan atau dipaksa. Pendapat ini didukung oleh Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD, yang menambahkan bahwa dalam penerapan Pasal 368 KUHP terhadap kasus pungli penting untuk membuktikan adanya unsur paksaan, baik melalui bukti langsung seperti rekaman percakapan atau testimoni saksi.
“Tantangan dan Solusi dalam Penegakan Hukum”
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan Pasal 368 KUHP terhadap kasus pungli adalah pembuktian adanya unsur paksaan atau ancaman. Banyak korban pungli yang merasa takut untuk melapor karena khawatir akan konsekuensi buruk yang mungkin mereka hadapi. Selain itu, sulitnya mendapatkan bukti langsung seperti rekaman percakapan atau saksi yang berani bersaksi juga menjadi hambatan.
Namun, dengan adanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016, ada harapan bahwa kasus-kasus pungli dapat ditangani lebih efektif. Satgas ini memiliki kewenangan untuk melakukan operasi tangkap tangan dan penyelidikan yang dapat membantu dalam pengumpulan bukti dan pemberian sanksi kepada pelaku pungli.
Penegakan hukum yang tegas dan konsisten
Penegakan hukum yang tegas dan konsisten sangat penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku pungli. Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu bekerja sama secara sinergis untuk memastikan bahwa praktik pungli tidak lagi merajalela, khususnya dalam pengelolaan dana desa di Halmahera Selatan. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi dan keberanian untuk melaporkan tindakan pungli yang mereka alami atau saksikan.
Pungli dana desa adalah ancaman serius bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa di Halmahera Selatan. Penerapan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dapat menjadi alat hukum yang efektif untuk memberantas praktik ini, asalkan ada bukti yang cukup mengenai unsur paksanan atau ancaman. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten, serta peran aktif dari masyarakat dan Satgas Saber Pungli, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dari pungli.
Melalui langkah-langkah ini diharapkan dana desa dapat digunakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat desa di Halmahera Selatan, tanpa dikurangi oleh praktik-praktik pungli yang merugikan. Dengan demikian, tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dapat tercapai dengan lebih baik.
________________________________
Opini ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya penegakan hukum terhadap praktik pungli dana desa, serta mendorong upaya bersama dalam memberantasnnya.
Pandangan yang penulis kutib dari para pakar hukum di atas menegaskan bahwa Pasal 368 KUHP bisa menjadi instrumen yang efektif dalam upaya tersebut.
Tinggalkan Balasan