“Kali-Kali Klaim dalam Pilkada”
Dr.Soleman Saidi, M.Si (Dosen Matematika Unkhair & Sekum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku Utara)
Ahir-ahir ini semua publik dihebohkan dengan survei yang dikeluarkan oleh lembaga survei yang notabene diklaim memiliki integritas yang mumpuni. So…hasilnyapun diklaim oleh kandidat dan tim sukses sebagai bagian dari hasil kerja keras mereka selama beberapa bulan terakhir. Dalam pertarungan di setiap pemilukada, selalu saja ada kejutan-kejutan menarik yang kita saksikan, salah satunya publikasi hasil survei oleh lembaga survei baik nasional maupun lokal atau survei internal dan semuanya mengkalim unggul.
Betapapun hasilnya, itu adalah kesempatan bagi kandidat atau tim sukses untuk memainkan isu atau menggiring opini publik untuk turut memercayai hasil survei tersebut. Bahkan, selagi masyarakat pemilih yang begitu fanatik terhadap kandidat tertentu, bisa berpindah keyakinannya atas penggiringan opini yang dimainkan oleh kandidat atau timses. Sah-sah saja, tak ada yang melarang hal tersebut, karena itu bagian dari strategi untuk menarik dukungan masyarakat pemilih untuk memenangkan pertarungan di kancah pilkada.
Ada yang menarik di setiap perhelatan pilkada seperti saat ini, bahwa muncul tipe-tipe tim sukses yang berjibaku dalam kontestasi. Pertama, timses yang benar-benar berjibaku memenangkan kandidat yang diusungnya semata-mata karena ingin ada perubahan signifikan yang langsung dirasakan oleh masyarakat luas ketika kandidatnya memimpin. Kedua, tim sukses yang memiliki tujuan syahwat politik pribadi ingin berkuasa ketika kandidatnya terpilih. Ketiga, tim sukses yang sudah melakukan diel-diel dengan kandidat tertentu untuk mendapatkan sesuatu saat ini atau di kemudian hari. Tetapi yang tidak kalah menarik adalah tipe keempat yaitu tim sukses yang bermain di belakang layar yang tak nampak ke permukaan.
Mereka itu banyak tipenya, ada konglomerat yang bisa saja sebagai oligarki, atau bisa jadi akademisi yang diminta menyiapkan konsep tertentu, baik visi-misi atau mendesain strategi kemenangan oleh kandidat tertentu.
Nah….yang paling berbahaya dari semua itu adalah timses di belakang layar namun mereka yang ada di beberapa kandiat atau bahkan di semua kandidat. Lalu apa yang mereka jual pada setiap kandidat? Tidak lain adalah “kali-kali Klaim”, yaitu selalu saja ingin berjumpa dengan kandidat untuk melaporkan sekian banyak pengikut atau pemilih di daerah atau komunitas tertentu yang sudah dia kuasai dan siap memenangkan pasangan tertentu. Apa tujuannya? bahwa dengan melipatgandakan kuantitas atau angka-angka matematika dalam pilkada bisa membius kandidat untuk percaya dan memercayainya melakukan manover selanjutnya. Simpel bukan?
Dari sudut pandang politik, itu semua dibenarkan karena bagian dari startegi pertarungan meraih simpatik, namun secara etika politik dan sosial, sama sekali tidak dibenarkan karena menciderai hak azasi pemilih yang sebenarnya tidak dilibatkan bahkan mungkin tidak ada dalam “kali-kali klaim” timses tersebut. Lalu…apa target sesungguhnya yang mereka inginkan? Bisa jadi mereka juga ingin berkuasa setelah ada kepercayaan terhadap penguasa.
Dalam konteks konseptual, klaim adalah suatu pernyataan atau posisi yang diajukan oleh seseorang untuk dibela atau dipertahankan, biasanya dengan dukungan bukti atau alasan yang kuat. Klaim bisa berupa fakta yang didasarkan pada informasi yang bisa dibuktikan kebenarannya. Bisa juga sebagai pendapat yang berisi pandangan atau interpretasi pribadi yang belum tentu bisa dibuktikan secara objektif. Oleh Prof. Gibra nama sapaan Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, tokoh pendidikan Maluku Utara menyatakan, hanya ada dua cara untuk membuktikan sebuah kebenaran atau fakta yaitu dengan angka-angka atau kata-kata.
Maka…dalam konteks pilkada ini, pemilik kata-kata dan angka-angka adalah mereka sebagai pemilih yang akan menentukan hak pilihnya di tanggal 27 Nopember 2024. Kita tunggu halisnya, apakah “kali-kali Kalim” yang diperankan oleh tim sukses yang akan menentukan kemenangan pasangan calon kepala daerah ataukah pemilik “kata-kata dan angka-angka” yakni pemilih yang memiliki hak suara yang pada saatnya akan bersuara dengan hati nuraninya dan menggerakkan jemarinya memilih siapa pemimpin masa depanya.
Semoga pilkada bukan sebagai ajang pertarungan “kali-kali Kalim” para timses akan tetapi lebih substansial, yakni hasilnya membawa perubahan yang lebih baik untuk Maluku Utara. I Love You negeriku Irahaiku…
Tinggalkan Balasan