Dihadirkan JPU, Keterangan Sekda di Sidang KONI Ternate Dinilai Tabrak Aturan

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan pemeriksaan saksi dugaan korupsi KONI.

TERNATE-pojoklima, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kjeari) Ternate hadirkan Seketaris Daerah (Sekda) Kota Ternate, Rizal Marsaoly dalam sidang lanjutan kasus korupsi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ternate, Kamis (2/10/2025).

Selain Rizal Marsaoly, terdapat tiga nama lain dari pihak Cabang Olahraga (Cabor) yakni Boni Simanggis, Safril dan Andri Fadyanto Made.

Keempat nama tersebut dihadirkan sebegai saksi untuk memberikan keterangan dalam persidangan lanjutan kasus KONI Ternate.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Ternate yang dipimpin hakim ketua Budi Setiawan didampingi dua hakim anggota yakni R. Moh. Yakob Widodo dan Kadar Noh.

Sebelumnya, Rizal Marsaoly mangkir atau tidak menghadiri beberapa kali pemanggilan dari JPU pada sidang sidang sebelum.

Menariknya, dalam persidangan Rizal Marsaoly dicecar berbagai pertanyaan mulai JPU dan M Bahtiar Husni Penasehat Hukum terdakwa Yunus Ibrahim.

JPU, Andhy Rachman menanyakan saksi Rizal, waktu itu saudara mengajukan propsal ke KONI. Jaksa kemudian menyentil besaran anggaran yang diajukan.

Rizal dalam kesaksiannya mengakui, saat itu Ia ditunjuk sebagai maneger tim sepak bola liga karyawan (Gala Karya) tingkat Nasional tanpa Surat Keputusan (SK), Ia kemudian mengajukan proposal di KONI.

“Dimintakan untuk buat proposal kemudian diajukan ke KONI yang diserahkan langsung ke Yunus (eks Bendahara KONI),” beber Rizal.

Jumlah anggaran yang diajukan senilai Rp 175 juta yang diterima di Kantor BPKAD.

Selain JPU, Bahtiar Husni mengungkapkan fakta baru terkait dengan pengajuan uang Rp 175 juta tersebut.

Menurut Bahtiar, dalam pengajuan tersebut tidak menggunakan proposal, hanya dua lembar permohonan yang ternyata ditujukan ke Wali Kota Ternate, Alm Burhan Abdurahman. Namun, anehnya dicairkan melalui KONI.

“Yang saya lihat hanya surat dua lembar dan itu bukan proposal,”cetus Bahtiar.

Bahtiar menyebut, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

“KONI sebagai organisasi non pemerintah tidak mempunyai kewenangan mendanai kegiatan Pemerintah, sementara kegiatan OPD yang lingkup Nasional yang dimaksudkan itu menerima anggaran dari KONI senilai Rp 175 juta,” ungkap Bahtiar.

Bahtiar menegaskan bahwa pengajuan tersebut telah melanggar regulasi.

Anehnya, Rizal tidak mengetahui siapa yang menandatangani surat permohonan pengajuan anggaran tersebut.

Diketahui, dalam kasus ini dua orang telah ditetapkan tersangka yakni mantan Ketua KONI Lukman S Poli dan bekas Bendahara, Yunus Ibrahim.

Berdasarkan hasil audit, keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara senilai Rp801 juta.