DPRD Halsel Kecam Gubernur Sherly Gegara Janji Palsu DBH Ratusan Miliar
HALSEL-Pojoklima, Pemerintah Provinsi Maluku Utara belum memberikan Dana Bagi Hasil (DBH) Kabupaten Halmahera Selatan senilai Rp 169.6.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Selatan Rustam Ode Nuru mengatakan, aliran dana tersebut dijanjikan oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda segera dituntaskan paling lambat di Oktober. Namun, hingga kini masih belum diberikan.
Menurutnya, pemerintah Halmahera Selatan masi bergantung pada DBH untuk membiayai layanan Publik.
“Total DBH Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2024 senilai Rp 178 miliar dan baru terbayarkan 8,4 miliar, artinya masih tersisah 169,6 miliar yang belum di transfer oleh pemerintah provinsi” ucap Rustam, Rabu (26/11).
Dikatakan Rustam, mestinya DBH tahun 2024 sudah harus terselesaikan pada tahun 2025, ada pun sumber DBH 2024 di antaranya, pajak kenderaan bermotor (PKB) 7,4 miliar, Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor (BBNKB) 7,4 miliar, Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBB KB) 62,2 miliar, pajak cukai rokok 3,4 miliar dan pajak air permukaan yang peruntukan penggunaanya untk kepentingan industri di pulau obi yang bersumber dari Air Danau Karo senilai 97,4 miliar.
“Tahun anggaran 2025 akan berakhir, proyeksi pendapatan, pembiayaan dan belanja tahun anggaran 2026 hampir finish dibahas antara TAPD dan banggara DPRD, dalam pembahasan tersebut kami tidak berani membuat komitem dengan pemerintah daerah atas penggunan Rp 169,6 miliar tersebut karena sifatnya piutang. Sudah berbulan-bulan dana itu belum bergeser dari provinsi,” bebernya.
“Padahal DBH ini hak daerah penghasil, bukan bonus bukan hibah, tapi kewajiban transfer yang diatur jelas dalam regulasi keuangan daerah. Kami mengkritik keras sikap gubernur atas keterlambatan ini,” tegasnya.
Keterlambatan transfer ini, lanjut Rustam, bentuk kelalaian tata kelola keuangan daerah Ini bukan sekedar soal administrasi.
“Ini soal komitmen dan kepercayaan, jangan sampai provinsi dianggap menahan hak daerah. Apa alasan sebenarnya dana itu belum diberikan, apakah karena efesiensi, kebutuhan internal provinsi atau kelemahan manajemen anggaran,” cetus Rustam seraya bertanya alasan keterlambatan pembayaran DBH.
