PT NKA tak Kantongi Jaminan Reklamasi
HALTIM-pojoklima, Aktivitas PT Nusa Karya Arindo (NKA) berpotensi melanggar ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Pasalnya, perusahaan tambang tersebut belum menempatkan jaminan reklamasi dan pascapenambangan.
Perseroan ekstraktif yang beroperasi di Site Monoropo, Kabupaten Halmahera Timur ini juga diduga tidak memiliki Izin Pinjam Kawasan Hutan atau IPPKH.
Ini sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 13/LHP/XVII/05/2024 tertanggal 20 Mei 2024 dan LHP BPK RI Nomor 23.a/LHP/XVII/05/2024 tertanggal 21 Mei 2024.
BPK menyebutkan, bukaan kawasan hutan tanpa izin yang diduga dilanggar NKA yakni areal penggunaan lain 7,08 hektare; hutan lindung 166,16 hektare; dan hutan produksi konversi 14,97 hektare.
NKA yang notabenenya grup ANTAM ini juga diduga melakukan aktivitas tambang ilegal di hutan produksi terbatas seluas 115,76 hektare.
Ketua Harian DPD Persatuan Alumni GMNI Maluku Utara Mudasir Ishak menyatakan, LHP BPK RI tahun 2024 mencatat indikasi serius pelanggaran kehutanan oleh PT NKA.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM maupun Satgas PKH, kata Mudasir, segera investigasi menyeluruh dugaan bukaan hutan tanpa izin sebagaimana termuat dalam laporan Auditorat Keuangan Negara IV BPK RI tertanggal 20 dan 21 Mei 2024.
Menurutnya, perusahaan pemegang konsesi seluas 20.763 hektar yang beroperasi tanpa memiliki IPPKH dan tanpa menyertakan jaminan reklamasi dan pasca tambang ini sudah seharusnya ditindak.
“Yang mencurigakan, operasi perusahaan diduga justru menggunakan lahan di luar konsesi yang semestinya. Ini menunjukkan praktik yang tidak transparan,” terang Mudasir saat dimintai tanggapan, Kamis, 11 September 2025.
Mudasir menggarisbawahi penambangan di hutan lindung sebagai kejahatan lingkungan yang serius oleh NKA. Baginya, pelanggaran ini merupakan yang paling krusial.
“Kawasan ini memiliki fungsi vital sebagai penyimpan air, penyangga keanekaragaman hayati, dan pencegah bencana ekologis, sehingga secara hukum tidak boleh dieksploitasi,” jelasnya.
Jika terbukti, aktivitas NKA melanggar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Pengawasan yang lemah membuka celah bagi perusahaan tambang untuk melakukan eksploitasi liar tanpa memperhatikan keberlanjutan dan hukum. Jika terbukti, perusahaan harus dihentikan operasinya dan diproses hukum,” tandasnya.
Selain merusak ekosistem, aktivitas tambang ilegal ini juga dinilai menimbulkan kerugian besar bagi negara akibat hilangnya sumber daya hutan, fungsi ekologis, serta absennya dana jaminan reklamasi.
Mudasir meminta pemerintah pusat untuk menjadikan kasus ini sebagai perhatian dalam pemberantasan tambang ilegal di Maluku Utara.
“Kasus ini harus menjadi atensi bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas kasus tambang ilegal di Maluku Utara dan meminta penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan kasus tersebut,” ujarnya.
Jurnalis media ini dalam upaya mendapat keterangan dari pihak PT NKA.