Yopi Saraun Diduga Kuat Terlibat Dalam Kasus Proyek MCK Pulau Taliabu

TERNATE-pl.com, Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan MCK Kabupaten Pulau Taliabu dengan terdakwa Suprayidno, Hayatuddin Ukasa, M. Rizal Digatama dan Melanton.

Sidang tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate, pada Senin (26/5) menghadirkan sejumlah saksi.

Sidang dengan agenda pembuktian itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Taliabu menghadirkan 9 saksi yakni Sekda Salim Ganiru, Kabag ULP, Samsudin Saerun, Bendahara PUPR, La Dihir Ndungu.

Saksi lainnya yakni Maikel, Joni, Muhammad Ifan, Jola, Jerry dan Dina Amodi, enam saksi ini selaku pihak rekanan atau pihak ketiga.

Dalam persidangan, terungkap kesaksian diluar dakwaan JPU. Pada sidang sebelumnya, jaksa mendakwa kalau pekerjaan MCK yang menelan anggaran Rp 4,5 miliar dari APBD 2022 Pulau Taliabu itu proyek fiktif. Dalam dakwaan, jaksa menyebut anggaran proyek MCK sudah cair 100 persen namun tidak ada progres pekerjaan.

Tak cuma itu, JPU juga mendakwa terdakwa Suprayidno selaku Kepala Dinas PUPR Pulau Taliabu meminjam tiga perusahaan untuk menangani proyek dimaksud. Tiga bendera yang dipinjam guna mengerjakan MCK itu yakni CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing. Terdakwa Suprayidno juga didakwakan menikmati anggaran pembuatan MCK Rp 1,8 miliar.

Bendahara PUPR Taliabu La Dihir Ndungu dalam kesaksiannya mengaku kalau pekerjaan MCK selesai dikerjakan dan dinikmati masyarakat.

La Dihir mengatakan, khusus 10 item pekerjaan yang dikerjakan CV Hanania dan CV Pelangi Valhalla, semuanya selesai dikerjakan lantaran bantuannya.

“Saya yang membantu untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Sedangkan 11 item yang dikerjakan CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing, pengurusannya tidak melalui saya, tetapi stafnya bernama Havid,” jelas La Dihir dalam persidangan, Senin (26/5).

Mikael dalam kesaksiannya mengatakan, CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing bukan merupakan tiga perusahaan yang dipinjam terdakwa Suprayidno. Semua pengurusan pencairan tiga CV ini diurus Yopi Saraun selaku bos.

Mikael mengaku pernah disuruh Yopi supaya meniru tanda tangan direktur dan stempel perusahaan. Yopi, kata Mikael, bahkan tahu pencairan anggaran sebelum surat perintah membayar atau SPM.

“Sebelum proses pembuatan SPM, saya sudah diberi tahu oleh Yopi Saraun bahwa sudah ada telepon dari keuangan (BPKAD Pulau Taliabu) untuk mencairkan anggaran. Yopi juga meminta saya menjiblak tanda tangan direktur dan cap perusahaan (PT Damai Sejahtera). Selanjutnya saya sampaikan kepada terdakwa Melanton selaku Direktur PT Damai Sejahtera dan juga kepada direksi Pak Yopi Saruan selaku pimpinan tertinggi,” jelasnya.

Mikael menyebut, PT Damai Sejahtera atau DMS sebenarnya milik Yopi Saraun. Kepengurusannya berganti pada 2022 lalu bertepatan dengan proyek MCK. Selain itu, CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing merupakan perusahaan grup kepunyaan Yopi Saraun.

“Di akhir 2022 yang bertepatan dengan kegiataan MCK, Yopi Saraun ke notaris mengubah nama direktur dari Yopi diganti dengan Melaton. Namun uang perusahaan tetap dikelola Yopi Saruan, sedangkan Melaton sebagai direktur hanya suruan Yopi. Setiap kali ada pekerjaan, direkturnya tidak perlu diberi tahu karena semua sudah diatur oleh Bos Yopi, sehingga semua sudah tau pekerjaannya masing-masing.

Yang melobi pencairan di BPKAD terkait dengan dana MCK adalah Yopi Saraun karena punya orang dekat. Sehingga kalau ada pencairan saksi hanya dapat informasi dari Yopi untuk menunggu di bank karena ada pencairan dana MCK. Setelah cair pada 30 Desember 2022, uang tersebut langsung dikelolah oleh Bos Yopi, sedangkan untuk pekerjaan 11 MCK yang dikerjakan oleh perusahaan pinjaman Yopi tidak dikerjakan,” sambung Mikael.

Joni dalam kesaksianya mengaku pernah diperintahkan terdakwa Melanton untuk mengambil cek dari CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing. Uang dicairkan melalui Bank Sulut sebesar Rp 1,3 miliar.

Seusai pencairan, Joni diminta terdakwa Melanton untuk mentransfer ke rekening BNI atas nama PT DMS.

“Saya ditelepon oleh terdakwa Melanton untuk menarik tunai Rp 1,3 miliar dan membawa di belakang KFC dan nanti ada orang dari Taliabu yang ambil. Saya ikuti perintah dan taruh uang di tas ransel dan kantong plastik kemudian serangkan ke orang dari Taliabu yang dimaksud itu. Dan orang itu bukan Pak Kadis PUPR melaikan orang suruan Yopi Saraun. Saya tahu karena diberitahu oleh Terdakwa Melanton leqat telepon seluler,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini